Dalam lima tahun terakhir, tak ada yang lebih mendominasi sepak bola lebih dari apa yang dilakukan oleh Jerman, baik di level klub ataupun tim nasional (timnas). Di level klub, tiga dari lima edisi terakhir final Liga Champion selalu melibatkan tim asal Jerman. Puncaknya, pada musim 2012-13, negara pemegang empat titel Piala Dunia itu berhasil mewujudkan All German Final, yang memertemukan Bayern Munich dengan Borussia Dortmund. Di level antarnegara, Jerman juga menunjukkan kedigdayaannya. Mereka dua kali menjadi peringkat ketiga di ajang empat tahunan, Piala Dunia, yakni 2006 dan 2o10. Mundur ke belakang, tepatnya pada 2002, ketika Piala Dunia digelar untuk pertama kali di Asia, mereka sukses menapak hingga final, meski akhirnya kandas di hadapan Brasil. Setelah kegagalan tersebut, Jerman terus berbenah. Diselingi Piala Eropa 2012, di mana mereka terhenti di semifinal, mereka sukses memenangi Piala Dunia 2014 di Brasil. Mereka pun menjadi negara Eropa pertama yang berhasil menjuarai turnamen agen bola terakbar sejagat tersebut di tanah Amerika. Kemenangan mereka melawan Brasil selaku tuan rumah di semifinal dengan skor 7-1 semakin menegaskan kekuatan Jerman seutuhnya.
Prestasi yang dicatatkan oleh Jerman sudah tentu adalah buah dari hasil kerja keras mereka. Berawal dari kegagalan Jerman pada Piala Eropa 2000, di mana ketika itu mereka menjadi juru kunci di Grup A yang dihuni oleh Rumania, Portugal, dan Inggris, negara yang dipimpin oleh seorang kanselir tersebut memulai revolusi agen bola. Dalam satu setengah dekade terakhir, Jerman menginvestasikan lebih dari 570 juta poundsterling untuk akademi pemain muda. Pada tahun 2001, setahun setelah kegagalan nan memalukan di Belgia dan Belanda itu, Christian Seifert, CEO dari Deutsche Fußball Liga (DFL), memperkenalkan aturan 50+1. Maksudnya, 51% saham kepemilikan sebuah klub di Jerman harus dimiliki oleh suporter. Sistem ini, kata Dietmar Hamman, membuat klub sangat giat memproduksi pemain muda. Sebabnya adalah, klub yang dimiliki oleh komunitas suporter tentu memiliki keinginan yang kuat agar klubnya diisi oleh pemain yang berstatus putra daerah atau sering disebut home-grown (HG). Terlepas dari segala kucuran uang yang dihabiskan klub untuk infrastruktur dan pembinaan, rasanya sangat menarik jika kita melihat hasilnya tidak melulu dari segi prestasi. Ada dua hal yang sangat menonjol dan dapat dirasakan hadir dalam persepakbolaan Jerman, yaitu persaudaraan dan kejujuran. Nilai-nilai yang terdapat dalam sepak bola jelas tak melulu soal prestasi. Dalam sepak bola Jerman, ada keterikatan yang kuat antarpemain, pemain dengan klub, pemain dengan suporter, dan klub dengan suporter. Contoh dari hal ini dapat dilihat ketika klub-klub Jerman harus melepas pemain andalannya ke klub lain.